Potret
empirik atas penyelenggaraan sertifikasi terhadap tenaga ahli maupun tenaga
terampil masih cukup memprihatinkan. Apa penyebabnya? Dan bagaimana jalan
keluarnya?
Spirit UU
No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi adalah memberikan arah pertumbuhan dan
perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal,
berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
Undang-undang
tersebut dimaksudkan juga untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia
jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; serta mewujudkan peningkatan peran
masyarakat di bidang jasa konstruksi.
Pada
angka tertentu, mungkin sekitar 5 %, pangsa pasar tenaga kerja konstruksi akan
jenuh (saturated market
share). Akibatnya, investasi yang ditanamkan di sektor konstruksi
akan mengalami kejenuhan sesuai dengan mekanisme the law of diminishing return. Faktor
pembatasnya adalah tenaga ahli/ terampil dan alat/ bahan konstruksi.
Oleh
karena itu, kebijakan sektor konstruksi di masa yang akan datang, tidak dapat
bertumpu pada penambahan jumlah anggaran (untuk meningkatkan penyerapan tenaga
kerja), melainkan lebih kepada peningkatan kualitas hasil pekerjaan konstruksi.
Kebijakan Sertifikasi
Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dapat diperoleh “jika
dan hanya jika” para pelaku bidang jasa konstruksi memiliki kompetensi dan
profesionalisme yang tinggi sesuai bidang pekerjaannya. Salah satu upaya peningkatan
kualitas kompetensi dan profesionalisme para pekerja di bidang jasa konstruksi
adalah dengan adanya sistem quality assurance dalam bentuk sertifikasi.
Dalam Pasal 9 UU 18/1999 dinyatakan bahwa:
- Perencana
konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki
sertifikat keahlian.
- Pelaksana
konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja
dan sertifikat keahlian kerja.
- Orang
perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana
konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha
pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.
- Tenaga
kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana
konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.
Sebagai tindak lanjut dari UU 18/1999, dalam Pasal 15 PP 28/2000
tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, dinyatakan bahwa tenaga
kerja konstruksi harus mengikuti sertifikasi keterampilan kerja atau
sertifikasi keahlian kerja yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK). Selanjutnya sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat
keahlian kerja tersebut, secara berkala diteliti/ dinilai kembali oleh LPJK.
Pelaksanaan sertifikasi sebagaimana dimaksudkan di atas dapat dilakukan oleh
asosiasi profesi atau institusi pendidikan dan pelatihan yang telah mendapat
akreditasi dari LPJK.
Potret Buram Implementasi Kebijakan
Sertifikasi
Dalam
struktur jasa konstruksi, tenaga kerja langsung yang terlibat dikelompokkan
menjadi tenaga ahli, tenaga terampil dan buruh kasar. Kajian distribusi
kelompok kerja tersebut memberikan data bahwa kelompok tenaga ahli sekitar 8 %,
kelompok tenaga terampil sekitar 30 % dan kelompok buruh kasar adalah sisanya.
Dua kelompok pertama berdasarkan UU 18/ 1999 dan PP 28/2000 wajib memiliki
sertifikat. Artinya, dari sekitar 5 juta jiwa pekerja konstruksi, sekitar 2
juta jiwa wajib memiliki sertifikat.
Faktanya,
kinerja (performance)
penyelenggaraan sertifikasi terhadap tenaga ahli maupun tenaga terampil masih
memprihatinkan. Sampai saat ini baru 107.562 orang tenaga kerja konstruksi yang
bersertifikat (sekitar 6,46 %). Jumlah tersebut terdiri dari 29.417 jiwa yang
memiliki sertifikat keahlian (SKAK); dan 78.145 jiwa yang memiliki sertifikat
keterampilan kerja (SKTK). Mengapa jumlah tenaga kerja konstruksi yang
bersertifikat tersebut sangat rendah? Ada banyak jawaban, di antaranya adalah:
- Merasa
tidak ada efek (pengaruh) dalam pekerjaan;
- Proses
sertifikasi berbeli-belit;
- Proses
sertifikasi mahal;
- Tidak
ada jaminan mutu (sertifikat dapat “dibeli”);
- Tidak
ada ketentuan yang memaksa (tidak ada penegakan hukum terhadap tenaga
kerja konstruksi yang tidak bersertifikat);
- Tidak
ada kepedulian dari pihak pengguna jasa (yang penting pekerjaan selesai
dan tepat waktu);
- Budaya
menggampangkan masalah;
- Masyarakat
apatis dan kurang perduli.
Pertanyaan selanjutnya adalah Bagaimana agar tenaga kerja jasa
konstruksi Indonesia lebih banyak yang bersertifikat? Beberapa jawaban
diantaranya adalah :
- Penegakan
hukum agar setiap kegiatan konstruksi hanya boleh dilakukan oleh tenaga
kerja konstruksi yang bersertifikat;
- Penyederhanaan
proses sertifikasi;
- Pemerintah
menyiapkan seluruh bakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi dalam bentuk
SKKNI;
- Perlu
dibuat Lembaga Sertifikasi Independen yang bebas dari intervensi
Pemerintah maupun asosiasi profesi dan badan usaha;
- Memberdayakan
Balai Latihan Kerja, Balai/ Badan Diklat Pemda, Sekolah Menengah Kejuruan
dan Fakultas/ Jurusan di Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan/ pelatihan bidang jasa konstruksi agar dapat berfungsi sebagai
Lembaga Sertifikasi;
- Sertifikasi
bagi tenaga kerja konstruksi pemula/ muda disubsidi oleh Pemerintah;
- Tenaga
kerja konstruksi yang bersertifikat mendapat jaminan pekerjaan dan dibayar
lebih tinggi;
- Secara
bertahap diberlakukan black list bagi tenaga kerja konstruksi
perorangan yang tidak bersertifikat;
- Secara
bertahap diberlakukan negative
list/black list bagi badan usaha yang mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi yang tidak bersertifikat;
- Harus
ada kampanye publik mengenai pentingnya tenaga kerja konstruksi yang
bersertifikat demi keamanan dan kehandalan produk jasa konstruksi.
Strategy
Belajar
dari pengalaman Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Institut Keguruan Ilmu
Pendidikan (IKIP) yang memberikan ijazah (sebagai bukti kelulusan) serta akta
mengajar (sertifikat kompetensi mengajar), maka seyogyanya perlu diwacanakan
pendekatan serupa bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan bidang jasa konstruksi (ASMET = arsitektural,
sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan), agar selain memberikan
ijazah kelulusan, juga memberikan sertifikat keterampilan/ keahlian pemula/
muda.
Dari
berbagai referensi maupun diskusi, terungkap bahwa pekerja konstruksi sangat
berbeda karakteristiknya dengan pekerja di sektor industri atau pekerjaan
formal lainnya. Salah satu karakteristik pekerja konstruksi adalah mobilitasnya
yang sangat tinggi dan cenderung tidak terikat dalam satu perusahaan tertentu.
Akibat dari karakteristik yang demikian, sedikit sekali perusahaan yang mau
berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas pekerjanya. Di sisi lain, biaya
sertifikasi yang dikenakan oleh asosiasi profesi dan LPJK cukup signifikan
(sekitar Rp 2,5 juta), akibatnya para pekerja konstruksi enggan untuk mengikuti
sertifikasi.
Dengan
kondisi demikian, seyogyanya Pemerintah mengantisipasi pelaksanaan sertifikasi
(yang menjadi amanah UU) untuk secara masal dan terpadu memfasilitasi
sertifikasi tingkat pemula/ muda. Sertifikasi pada tingkatan tersebut harus
dipandang sebagai public
goods dan disetarakan dengan program wajib belajar, mengingat para
pekerja konstruksi adalah aset Negara, bukan aset perusahaan.
Dengan
berbagai pertimbangan di atas, Pemerintah harus memiliki grand strategy untuk sertifikasi
pekerja konstruksi yang belum bersertifikat.
Kepada Yth,
BalasHapusPerusahaan BUMN / SWASTA
Di Tempat
Attn : Accounting / Finance / Legall
Perihal : Penerbitan Bank Garansi /Surety Bond Non Collateral
Dengan Hormat,
Dengan ini kami PT. JASA MULYA ABADI, Bermaksud mengajukan penawaran kerjasama penerbitan Bank Garansi Surety Bond dan yang mungkin diperlukan sebagai kelengkapan dokumen Lelang, dokumen Kontrak pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Perusahaan Bapak / Nasabah Bapak.
Jenis Jaminan yang dapat kami terbitkan adalah sebagai berikut :
1. Jaminan Penawaran ( Bid / Tender Bond )
2. Jaminan Pelaksanaan ( Performance Bond )
3. Jaminan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment Bond)
4. Jaminan Pemeliharaan ( Maintenance Bond )
Penutupan Asuransi Kerugian Diantara nya : CAR, EAR, CARGO, MARINE HULL, FIRE INSURANCE, dll
Rekanan Bank (Bank Garansi ) :
1. Bank BTN (Persero)
2. Bank BNI (Persero)
3. Bank Mandiri (Persero)
4. Bank Syariah Bukopin
Untuk lebih Lanjut Hub : ROZI SASWAN Tlp. 0812 187 222 13
Demikian penawaran ini kami sampaikan dengan harapan kiranya kerjasama penerbitan Surety Bond dan Bank Garansi ini dapat terealisasikan, dan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami.
Hormat kami,
PT. JASA MULYA ABADI
ROZI SASWAN
Jl. Mustika 1 No. 29 Sumur Batu, Kemayoran - Jakarta Pusat
Email : rsaswan@gmail.com
Tlp. 021 4260719 (Hunting)
HP. 0812 187 222 13
Kepada Yth,
BalasHapusPerusahaan BUMN / SWASTA
Di Tempat
Attn : Accounting / Finance / Legall
Perihal : Penerbitan Bank Garansi /Surety Bond Non Collateral
Dengan Hormat,
Dengan ini kami PT. JASA MULYA ABADI, Bermaksud mengajukan penawaran kerjasama penerbitan Bank Garansi Surety Bond dan yang mungkin diperlukan sebagai kelengkapan dokumen Lelang, dokumen Kontrak pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Perusahaan Bapak / Nasabah Bapak.
Jenis Jaminan yang dapat kami terbitkan adalah sebagai berikut :
1. Jaminan Penawaran ( Bid / Tender Bond )
2. Jaminan Pelaksanaan ( Performance Bond )
3. Jaminan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment Bond)
4. Jaminan Pemeliharaan ( Maintenance Bond )
Penutupan Asuransi Kerugian Diantara nya : CAR, EAR, CARGO, MARINE HULL, FIRE INSURANCE, dll
Rekanan Bank (Bank Garansi ) :
1. Bank BTN (Persero)
2. Bank BNI (Persero)
3. Bank Mandiri (Persero)
4. Bank Syariah Bukopin
Untuk lebih Lanjut Hub : ROZI SASWAN Tlp. 0812 187 222 13
Demikian penawaran ini kami sampaikan dengan harapan kiranya kerjasama penerbitan Surety Bond dan Bank Garansi ini dapat terealisasikan, dan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami.
Hormat kami,
PT. JASA MULYA ABADI
ROZI SASWAN
Jl. Mustika 1 No. 29 Sumur Batu, Kemayoran - Jakarta Pusat
Email : rsaswan@gmail.com
Tlp. 021 4260719 (Hunting)
HP. 0812 187 222 13